Bentrokan berdarah
meletus di Ningxia, China. Sedikitnya lima warga tewas ketika ratusan
umat Muslim bentrok dengan polisi yang mengamankan penggusuran masjid di
Desa Taoshan, Ningxia.
Bentrokan ini sejatinya terjadi, Jumat (30/12/2011) lalu. Namun, peristiwa kelabu ini baru dilansir South China Morning Post, Selasa (3/1/2012).
Menurut saksi mata, warga Desa Taoshan yang mayoritas etnik Hui, marah saat masjid mereka hendak digusur. Pemerintah setempat menyatakan keberadaan masjid di Taoshan ilegal.
Saksi mata, Jin Haitao mengungkapkan, polisi menyerang warga menggunakan gas air mata, tongkat dan pisau. Lima warga dilaporkan tewas, termasuk di antaranya dua nenek tua.
"Mereka hanya melakukan aktivitas keagamaan, tapi aparat tidak memperbolehkannya. Mereka menggusur masjid dan polisi menumpahkan banyak darah ke tanah," kata Jin Haitao.
Sejak tragedi ini meletus, seluruh akses informasi tentang desa terputus. Seorang warga desa tetangga mengaku jaringan telepon menuju Taoshan mati. Seorang pemilik toko di Tongxin, sekitar tiga kilometer dari masjid yang digusur, mengaku desa diisolir.
"Konyol sekali. Saya muslim dan muslim perlu masjid. Mereka hanyalah orang biasa, datang ke masjid untuk urusan agama, bukan untuk menggulingkan Partai Komunis," tegas pemilik toko tersebut.
Terdapat lebih dari 10 juta etnis Hui di China, menjadikan mereka sebagai kelompol Muslim terbesar di negara Tirai Bambu. Di beberapa tempat, etnis Hui melebur dengan kebudayaan Han. Mereka memegang teguh tradisi Han, namun tetap menjaga nilai-nilai keislaman, seperti tidak memakan daging babi dan kewajiban khitan bagi lelaki.
Etnis Hui pernah terlibat bentrokan dengan etnis Han 2004 lalu, menewaskan tujuh orang. Bentrokan antara polisi dan etnis Hui juga sebelumnya terjadi pada 2003, tepatnya saat insiden kartun yang menghina Islam.
Etnis Muslim lainnya yang kerap terlibat bentrok adalah etnis Uighur di wilayah Xinjiang. Bentrokan terparah antara etnis Uighur dan Han terjadi 2009, merenggut 197 nyawa
Bentrokan ini sejatinya terjadi, Jumat (30/12/2011) lalu. Namun, peristiwa kelabu ini baru dilansir South China Morning Post, Selasa (3/1/2012).
Menurut saksi mata, warga Desa Taoshan yang mayoritas etnik Hui, marah saat masjid mereka hendak digusur. Pemerintah setempat menyatakan keberadaan masjid di Taoshan ilegal.
Saksi mata, Jin Haitao mengungkapkan, polisi menyerang warga menggunakan gas air mata, tongkat dan pisau. Lima warga dilaporkan tewas, termasuk di antaranya dua nenek tua.
"Mereka hanya melakukan aktivitas keagamaan, tapi aparat tidak memperbolehkannya. Mereka menggusur masjid dan polisi menumpahkan banyak darah ke tanah," kata Jin Haitao.
Sejak tragedi ini meletus, seluruh akses informasi tentang desa terputus. Seorang warga desa tetangga mengaku jaringan telepon menuju Taoshan mati. Seorang pemilik toko di Tongxin, sekitar tiga kilometer dari masjid yang digusur, mengaku desa diisolir.
"Konyol sekali. Saya muslim dan muslim perlu masjid. Mereka hanyalah orang biasa, datang ke masjid untuk urusan agama, bukan untuk menggulingkan Partai Komunis," tegas pemilik toko tersebut.
Terdapat lebih dari 10 juta etnis Hui di China, menjadikan mereka sebagai kelompol Muslim terbesar di negara Tirai Bambu. Di beberapa tempat, etnis Hui melebur dengan kebudayaan Han. Mereka memegang teguh tradisi Han, namun tetap menjaga nilai-nilai keislaman, seperti tidak memakan daging babi dan kewajiban khitan bagi lelaki.
Etnis Hui pernah terlibat bentrokan dengan etnis Han 2004 lalu, menewaskan tujuh orang. Bentrokan antara polisi dan etnis Hui juga sebelumnya terjadi pada 2003, tepatnya saat insiden kartun yang menghina Islam.
Etnis Muslim lainnya yang kerap terlibat bentrok adalah etnis Uighur di wilayah Xinjiang. Bentrokan terparah antara etnis Uighur dan Han terjadi 2009, merenggut 197 nyawa
http://pontianak.tribunnews.com
Tidak ada komentar: